Pidato
Visi Misi pada sesi temu media di depan panitia konvensi Capres Partai Demokrat
tanggal 6 Januari 2014 (dan unggul, mengumpulkan lebih dari 70%
suara)
Dalam
kesempatan ini saya memilih mengemukakan satu bidang saja dari puluhan bidang
yang sudah saya siapkan. Yakni bidang energi. Sedang bidang-bidang penting
lainnya seperti pertanian, industri, infrastruktur, hukum, korupsi, birokrasi,
pembangunan daerah, pengentasan kemiskinan, pendidikan dan masih banyak bidang
lain akan saya kemukakan pada kesempatan lain.
Energi
bagi sebuah negara ibarat bensin untuk sebuah kendaraan bermotor. Tanpa bensin
kendaraan tidak akan bisa bergerak dan berlari kencang. Karena itu banyak negara
melakukan kebijakan energi yang sangat mendasar, termasuk di dalamnya melakukan
pengamanan energi untuk keperluan sampai 100 tahun ke depan. Bahkan banyak
negara yang melakukan pembelian minyak mentah hanya untuk disimpan di dalam
tanah dan baru akan dipergunakan kelak kalau-kalau situasi darurat. Mereka
melakukan pemikiran penyetokan energi melebihi pemikiran penyetokan akan pangan,
antara lain karena pangan tidak bisa disimpan dalam waktu yang
panjang.
Di
masa lalu kita belum mampu melakukan itu. Antara lain karena prioritas kita
memang masih pada tahap memenuhi kebutuhan dasar penduduk Indonesia sepeti
pangan, sandang dan papan. Di masa lalu kita belum memiliki kemampuan untuk
memikirkan dan melakukan langkah lebih jauh.
Tapi
dengan kemajuan ekonomi yang secara konsisten terjadi 10 tahun terakhir, sudah
saatnya Indonesia melangkah kepada tahapan baru. Kita sudah hampir bisa memenhi
kebutuhan “hari ini”. Kita bukan lagi negara yang masih disibukkan untuk
mengatasi persoalan-persoalan “hari ini”. Kita sudah tiba pada tahap untuk
mengatasi persoalan hari esok.
Di
bidang sosial, kepekaan terhadap problem kemiskinan, terhadap penegakan hukum,
terhadap pemberantasan korupsi dan hal-hal lainnya, saya merasa beruntung pernah
bertahun-tahun menjadi wartawan. Mulai dari jenjang yang paling bawah sebagai
reporter pembantu sampai menjadi wartawan tetap dan kemudian menjadi redaktur
dan bahkan pemimpin redaksi. Di bidang ekonomi saya merasa beruntung karena
pernah terjun menjadi pengusaha sejak dari pengusaha kecil hingga menjadi
pengusaha besar. Dengan demikian saya tidak hanya memahami ekonomi dari
teori-teori di permukaan tapi juga memahami persoalan ekonomi riel di
lapangan.
Tapi
di bidang energi saya merasa sangat beruntung pernah dipercaya oleh bapak
Presiden SBY untuk menjadi direktur utama perusahaan listrik negara yang bergitu
raksasa. Selama dua tahun saya belajar energi secara all out. Bukan hanya
kulit-kulitnya tapi sampai ke persoalan yang sangat mendasar dan sangat dalam.
Bahkan sampai ke soal praktek-prakteknya di lapangan. Sampai juga ke soal hulu
dan hilirnya. Bukan saja yang terkait dengan listrik seperti massa, solar cell
sampai ke geothermal, tapi jga sampai ke persoalan pasok gas, BBM dan
seterusnya.
Kita
praktis menghadapi persoalan besar di semua sektor energi. Semua harus kita
atasi dan kita bangun. Kalau tidak, maka kendaraan kita tidak akan jalan. Maka
dalam kesempatan konvensi calon presiden Partai Demokrat hari ini, saya akan
mengemukakan persoalan-persoalan kita di berbagai sektor energi dan bagaimana
pemecahannya:
1.
Bahan Bakar Minyak (BBM):
Impor
BBM kita bukan saja luar biasa besar, tapi juga sudah mulai mengganggu
perekonomian nasional kita. Sudah sampai mengganggu neraca perdagangan yang
menjadi salah satu penyebab terjadinya gejolak ekonomi sekarang
ini.
Keterlambatan
kita membangun kilang minyak telah menimbulkan bencana bagi keuangan negara.
Kita tidak berhasil membangun kilang minyak karena kita tidak ingin kehilangan
pemasukan uang ke kas negara. Para investor kilang menginginkan insentive berupa
pembebasan pajak dan insentive fiskal lainnya. Ini karena bisnis kilang minyak
memang merupakan bisnis yang moalnya luar biasa besar tapi dengan keuntungan
yang amat tipis.
Untuk
membangun satu kilang minyak yang lengkap sebesar 300.000 barel per hari,
diperlukan sekitar USD 7 miliar. Dengan nilai kurs sekarang, ini mencapai
sekitar Rp 80 triliun. IRR bisnis kilang sudah diketahui secara universal hanya
sekitar 9. Dengan margin yang begitu tipis mustahil ada investor yang tertarik
tanpa insentive pemerintah.
Memang
kalau insentive itu diberikan pemerintah akan kehilangan potensi pemasukan
sebesar Rp 14 triliun. Ini asumsi untuk dua kilang dengan ukuran tersebut di
atas. Karena itu seolah-olah bisa dimaklumi kalau kita tidak mau memberikan
insentive tersebut. Pemasukan Rp 14 triliun sangat besar.
Namun
gara-gara kita “eman” atau “sayang” terhadap nilai Rp 14 triliun tersebut, kita
terus-menerus gigit jari. Setiap tahun. Menyesal lagi dan menyesal lagi. Kalau
saja kilang tersebut sudah beroperasi 4 tahun lalu, maka negara, selama 4 tahun
itu bisa menghemat uang Rp 140 triliun! Inginnya menghemat Rp 14 triliun tapi
kehilangan Rp 140 triliun. Dan masih akan terus kehilangan seperti itu.
Birokrasi memang tidak diajari ilmu dagang, tapi hitungan seperti itu terlalu
nyata untuk dibiarkan begitu saja.
Maka
kilang itu wajib dibangun dan akan saya bangun!
2.
Blok Migas
Pembangunan
kilang tersebut memang belum menjadi solusi yang tuntas. Masih ada persoalan
hulu: dari mana pasokan minyak mentahnya. Tentu untuk sementara kita masih impor
minyak mentah, tapi kerjasama-kerjasama antar negara bisa dilakukan. Seperti
yang sudah mulai dirintis oleh Pertamina dengan Iraq dan Aljazair. Sambil kita
terus menggali ladang minyak kita sendiri. Tentu harus dengan perbaikan yang
nyata dalam prosesnya yang bisa membuat semua investor tertarik untuk
menggalakkan pencarian sumber minyak baru. Saya juga akan terus mendorong
kemampuan perusahaan dan ahli-ahli dalam negeri untuk membuktikan bahwa
anak-anak bangsa mampu mengusahakan dan mengelola sumber-sumber energi,
khususnya dalam menangani blok-blok migas yang ada.
3.
Gas Hulu dan Hilir
Kita
menyadari sepenuhnya bahwa ke depan potensi gas kita lebih besar dari minyak
mentah. Karena itu kebijakan untuk gas kita harus disinkronkan dengan pengamanan
energi masa depan bangsa. Jangan sampai kita punya gas, tapi infrastruktur gas
tidak tersedia. Padahal di lain pihak kita tidak memiliki sumber minyak yang
cukup. Maka tidak menyiapkan gas menjadi lumbung energi masa depan adalah ibarat
meninggalkan bom waktu yang sangat berbahaya bagi bangsa
ini.
Semua
hal yang memerlukan BBM harus diproyeksikan untuk bisa beralih ke gas. Bencana
BBM sekarang ini harus menjadi pendorong yang sangat kuat untuk memperkuat
infrastruktur gas kita. Mulai dari LNG, mini LNG, CNG laut, CNG darat, pipa
trans Indonesia termasuk trans Jawa Sumatera, jaringan pipa distribusi ke
rumah-rumah dan industri harus menjadi bidang pokok kebijakan energi ke depan.
Kita sudah terbelengguoleh BBM selama bertahun-tehun dan kita tidak mau lagi
tetap terbelenggu oleh penjajahan BBM. Sudah cukup kita dijajah BBM dan kita
harus membebaskan diri penjajahan BBM itu.
4.
Listrik
PLN
saat ini sudah menjadi perusahaan raksasa yang terlalu besar untk sebuah team
manajemen. Sebuah team manajemen memiliki keterbatasan dalam menghandle sebuah
organisasi. Organisasi PLN saat ini sudah berada di luar kemampuan sebuah
manajemen yang selama ini ada. Terutama karena PLN bukanlah perusahaan yang bisa
menjalankan prinsip-prinsip korporasi normal.
Karena
itu kalau tidak diadakan perusahan yang mendasar maka tugas melistriki wilayah
Indonesia secara keseluruhan tidak akan mungkin bisa dilaksanakan. Listrik hanya
akan terus mementingkan wilayah-wilayah yang secara ekonomi sudah maju.
Daerah-daerah terisolasi, pulau-pulau kecil dan wilayah-wilayah jauh akan terus
tertinggal.
Karena
itu saya akan mendirikan “PLN Baru”. Khusus untuk menangani wilayah-wilayah
terisolasi. Juga untuk menerima sebagian pelimpahan dari wilayah PLN yang berada
di daerah-daerah terisolasi. Saya akan mengembangkan bio masa secara
besar-besaran dan tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Mengapa bio masa? Bukan
solar cell? Bukan batubara? Bukan yang lain-lain? Ini karena saya akan memadukan
program melistriki wilayah-wilayah terisolasi tersebut sekalian dengan program
pengentasan kemiskinan. Penduduk kita rangsang untuk menanam tanaman cepat
tumbuh untuk dijual ke “PLN Baru”. Itu akan digunakan untuk bahan bakar. Bahan
bakarnya tidak perlu didatangkan dari wilayah lain. Listriknya untuk penduduk
setempat. Ini program terpadu yang akan berbeda kalau kita membangun solar cell
yang serba impor, atau batubara yang memeiliki kelemahan skala
ekonominya.
Saya
juga akan mempertimbangkan kembali usul yang pernah saya sampaikan dalam rapat
kerja dengan Komisi VII DPR ketika saya masih menjabat Dirut PLN. Yakni
menggratiskan listrik untuk penduduk miskin yang menggunakan listriknya hanya
200 watt.
5.
Batubara
Sebagai
konsekwensi terhadap kebijakanketahanan energi jangka panjang, maka saya akan
mencadangkan sejumlah wilayah batubara kita untuk kepentingan energi dalam
negeri. Kita tidak bisa lagi melepaskan batubara sebagai komoditi yang sangat
merugikan ketahanan energi daam negeri. Harus ada pencadangan wilayah batu bara
untuk kepentingan 100 tahun energi kita terutama energi
listrik.
Kita
sudah terlalu lama malu mendengar omongan di masyarakat bahwa batubara kita
berhasil membuat kota-kota besar di luar negeri terang-benderang tapi di dalam
negeri terjadi kegelapan yang kelam.
6.
Geothermal
Kita
memiliki potensi geothermal 25.000 MW. Tapi setiap tahun kita hanya terus
berbicara potensi itu. Sampai hari ini kita baru punya geothermal sekitar 1.500
MW. Begitu kita sia-siakan potensi green energi tersebut.
Terobosan
yang mendasar harus dilakukan. Pertamina harus melakukan retsrukturisasi
internalnya untuk lebih mencurahkan potensinya untuk mewujudkan cita-cita
menjadi produsen green energi geothermal terbesar di
dunia.
Aturan-aturan
geothermal juga harus diubah.
Tapi
yang sangat penting adalah negara harus turun tangan untuk menjadi penentu
pemecahannya. Caranya tidak sulit. Negara menyediakan APBN Rp 500 miliar untuk
melakukan penggalian pertama geothermal di seluruh Indonesia. Uang itu tidak
akan hilang. Setelah pemerintah berhasil melakukan pengeboran, barulah sumur
geothermal tersebut dijual kepada investor. BUMN atau swasta. Begitulah terus
menerus bergulir.
Dengan
modal yang hanya Rp 500 miliar, itu pun uangnya tidak hilang, Indonsia akan
menjadi negara terbesar di dunia dalam green energi geothermal. Dan lagi kita
bisa menghemat uang negara raturan triliun rupiah karena kita bisa mendapatkan
sumber lustrik yang green, murah dan stabil untuk jangka yang
panjang.
Itulah
tujuh hal penting yang perlu saya sampaikan. tentu masih banyak bidang energi
lainnya yang harus saya kerjakan, tapi mengingat waktu penyampaian ini terbatas,
akan saya sampaikan dalam kesempatan lain. ***
Dahlan
Iskan
Peserta Konvensi Capres Partai Demokrat