********** Setahun kemudian… **********
Meisha membuka
amplop surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu masih basah
merah dan masih dipenuhi bunga. ” Mario, suamiku…. Aku tidak pernah menyangka
pertemuan kita saat aku pertama kali bekerja dikantormu, akan membawaku pada
cinta sejatiku. Aku begitu terpesona padamu yang pendiam dan tampak dingin.
Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku mencintaimu,
dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku sering marah, ketika kamu
asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa diatas angin, ketika
kamu hanya diam dan menuruti keinginanku…
Aku pikir, aku si puteri cantik yang
diinginkan banyak pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu
mencintaiku sehingga mau melakukan apa saja untukku….. Ternyata aku keliru….
aku menyadarinya tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika aku membanting
hadiah jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya
menyukai Mario.
Aku melihat matamu begitu terluka, ketika berkata, ” kenapa,
Rima ? Kenapa kamu mesti cemburu ? dia sudah menikah, dan aku sudah memilihmu
menjadi istriku ?” Aku tidak perduli,dan berlalu dari hadapanmu dengan
sombongnya. Sekarang aku menyesal, memintamu melamarku. Engkau tidak pernah
bahagia bersamaku. Aku adalah hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku
bukanlah wanita yang sempurna yang engkau inginkan. Istrimu, Rima” Di surat
yang lain, “………Kehadiran perempuan itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi
sedingin es. Engkau mulai terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah
melihat cahaya cinta dari matamu untukku, seperti aku melihat cahaya yang penuh
cinta itu berpendar dari kedua bola matamu saat memandang Meisha……”
Disurat
yang kesekian, “…….Aku bersumpah, akan membuatmu jatuh cinta padaku. Aku telah
berubah, Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi
suka membanting2 barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu
kubuatkan masakan yang engkau sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau
menabung. Aku tidak lagi suka bertengkar dengan ibumu. Aku selalu tersenyum
menyambutmu pulang kerumah. Dan aku selalu meneleponmu, untuk menanyakan
sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku merawatmu jika engkau sakit, aku
tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku menungguimu sampai tertidur
disamping tempat tidurmu, dirumah sakit saat engkau dirawat, karena penyakit
pencernaanmu yang selalu bermasalah……. Meskipun belum terbit juga, sinar cinta
itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan menantinya……..” Meisha menghapus
air mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya… dipeluknya Jelita yang
tersedu-sedu disampingnya.
Disurat terakhir, pagi ini… “…………..Hari ini adalah
hari ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau tidak pulang
kerumah, tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan
masak, masakan yang paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya dirumah
Bude Tati, sampai kehujanan dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras
sekali, dan aku hanya mengendarai motor. Saat aku tiba dirumah kemarin malam,
aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu. Engkau memelukku, dan menyuruhku
segera ganti baju supaya tidak sakit. Tahukah engkau suamiku, Selama hampir 15
tahun aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun kita menikah,
baru kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2
cinta mulai bersemi dihatimu ?………”
Jelita menatap Meisha, dan bercerita, ”
Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari jauh aku melihat keceriaan
diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya kepadaku. Aku tidak pernah
melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu, dia begitu
cantik. Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya diseberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2
mobil itu lewat dari tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup
melihatnya terlontar, Tante….. aku melihatnya masih memandangku sebelum dia
tidak lagi bergerak……”
Jelita memeluk Meisha dan terisak-isak. Bocah
cantik ini masih terlalu kecil untuk merasakan sakit di hatinya, tapi dia
sangat dewasa. Meisha mengeluarkan selembar kertas yang dia print tadi pagi.
Mario mengirimkan email lagi kemarin malam, dan tadinya aku ingin Rima
membacanya. Dear Meisha, Selama setahun ini aku mulai merasakan Rima berbeda,
dia tidak lagi marah2 dan selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan tadi, dia
pulang dengan tubuh basah kuyup karena kehujanan, aku sangat khawatir dan
memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa beruntungnya aku memiliki dia.
Hatiku mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai mencintainya ? Aku terus
berusaha mencintainya seperti yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok aku akan
memberikan surprise untuknya, aku akan membelikan mobil mungil untuknya,
supaya dia tidak lagi naik motor kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari
anak2ku, tapi karena dia belahan jiwaku….
Meisha menatap Mario yang tampak
semakin ringkih, yang masih terduduk disamping nisan Rima. Diwajahnya tampak
duka yang dalam. Semuanya telah terjadi, Mario. Kadang kita baru menyadari
mencintai seseorang, ketika seseorang itu telah pergi meninggalkan kita.
Jakarta, 7 Januari 2009
** Cintailah setiap orang yang di sekeliling Anda. Bisa jadi kesempatan berharga ini tidak akan terulangi lagi **
0 komentar:
Posting Komentar